Bogor, Industri sawit masih tetap menjadi andalan kinerja neraca perdagangan nasional. Hal ini tergambar dari kontribusinya yang mencapai 13,50 persen terhadap ekspor nonmigas dan menyumbang 3,50 persen terhadap total PDB Indonesia. Perkebunan menjadi subsektor yang berkontribusi paling besar terhadap total ekspor pertanian sebesar 96,86 persen dari total nilai ekspor pertanian dan berasal dari komoditas perkebunan terutama kelapa sawit dengan share sebesar 73,83 persen. Total luas perkebunan sawit seluas 16,38 juta Ha, dengan porsi perkebunan rakyat sebanyak 6,94 juta Ha yang diantaranya berpotensi diremajakan sejumlah 2,8 juta Ha.(27/6)
Pentingnya dilakukan pemetaan dan pendataan sawit rakyat, karena tak dapat dipungkiri banyaknya kebun sawit rakyat yang perlu segera dilakukan peremajaan. Untuk itu data sawit harus teridentifikasi dengan baik dan dilakukan pendataan, agar luas lahan perkebunan kelapa sawit dapat terdata dengan pasti sehingga dapat mengetahui ketersediaan dan rantai pasokan pabrik pengolahan kelapa sawit.
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan apresiasi kepada peneliti-peneliti IPB yang telah melakukan percepatan penelitian Sawit 4.0, salah satunya terhadap Model OPTIMAL (Oil Palm Tree Identification based on Machine Learning) yang telah dikembangkan oleh IPB. “Tujuan pengembangan sangat bermanfaat dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit Indonesia. Karakteristik sawit rakyat memiliki ciri-ciri menyebar, kecil, tidak merata, jauh dari akses Oleh karena itu, melalui OPTIMAL-IPB ini dapat dimanfaatkan untuk pendataan sawit rakyat agar lebih presisi dan terencana sehingga Direktorat Jenderal Perkebunan dapat memaksimalkan serapan kegiatan Peremajaan Sawit Rakyat dari BPDPKS,” ujar Heru Tri Widarto, Sekretaris Ditjen Perkebunan.
Heru menambahkan, Pengembangan Teknologi Pemetaan Presisi Populasi Spasial Kebun Kelapa Sawit Rakyat oleh tim peneliti LPPM IPB yang diketuai oleh Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan merupakan kegiatan penelitian yang dibiayai oleh Rispro LPDP, telah diterima dan akan digunakan sebagai referensi dalam pengelolaan data komoditas perkebunan khususnya kelapa sawit, serta akan menjadi model pengembangan teknologi spasial untuk komoditas perkebunan lainnya. “Pemodelan ini kami harapkan dapat digunakan juga sebagai bahan pengambilan kebijakan di Direktorat Jenderal Perkebunan,” harap Heru.
“Adanya pendataan dan pemetaan sawit rakyat yang terintegrasi tentu akan memudahkan dilakukan pemutakhiran data. Karena kita perlu terus mengupdate atau mendata perkembangan maupun pembukaan lahan baru oleh perkebunan sawit rakyat maupun alih fungsi lahan perkebunan sawit rakyat. Dengan adanya IPB University meluncurkan salah satu inovasi di bidang kelapa sawit bernama Oil Palm Identification Based on Machine Learning-IPB (OPTIMAL-IPB), dimana inovasi ini merupakan model pemetaan yang dirancang untuk dapat melakukan deteksi objek kelapa sawit pada citra satelit resolusi tinggi berbasis pada model deep learning. Diharapkan kedepannya pendataan dan pemetaan sawit rakyat dapat semakin terintegrasi, update dan terdata secara menyeluruh,”ujarnya.
Saat acara Launching Hasil Penelitian Unggulan IPB, Sawit 4.0 yang digelar Direktorat Riset dan Inovasi IPB University di IPB International Convention Center, Bogor, Prof Ernan Rustiadi selaku inovator OPTIMAL-IPB mengatakan, “Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang menjadi salah satu sumber devisa penting bagi Indonesia. Hingga kini, Indonesia masih merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit dunia.”
Prof Ernan menambahkan, dengan produktivitas dan harga minyak sawit yang kompetitif, tanaman kelapa sawit tidak hanya dibudidayakan oleh perusahaan besar, tetapi juga oleh masyarakat. Saat ini luas perkebunan kelapa sawit rakyat telah mencapai 40 persen dari total luas kebun kelapa sawit nasional.
Lebih lanjut Prof Ernan mengatakan, kampanye hitam khususnya terkait isu-isu sosial dan lingkungan masih menerpa daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Perusahaan-perusahaan besar produsen kelapa sawit secara bertahap mulai menerapkan standar Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk memperbaiki tata kelola perkebunan mereka. “Akan tetapi hal ini masih sulit untuk diterapkan di perkebunan kelapa sawit rakyat dengan jumlah petani yang banyak dan berskala kecil. Karena itu, perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit rakyat masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia,” imbuhnya.
Menurut Prof Ernan, salah satu tantangan utama perkebunan kelapa sawit rakyat yaitu perlunya mengoptimalkan produktivitas atau pola budidaya, input pertanian yang terbatas, varietas tanaman yang beragam, umur tanaman yang relatif tua, penanaman di lahan yang belum sesuai dan sebagainya. Pemerintah tentu telah berupaya merancang berbagai program untuk meningkatkan tata kelola perkebunan sawit rakyat, namun dalam implementasinya perlu dimaksimalkan kembali, dan perlunya basis data yang lengkap dan akurat terkait sebaran perkebunan kelapa sawit rakyat.
Karena itu, Prof Ernan menekankan, basis data spasial perkebunan kelapa sawit rakyat menjadi kunci untuk memastikan bahwa program yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik, sesuai ketentuan yang berlaku serta tepat guna, yaitu tidak diberikan kepada perkebunan sawit rakyat di kawasan hutan, kawasan lindung ataupun lahan-lahan yang tidak sesuai. Terlebih, pemetaan perkebunan kelapa sawit rakyat menjadi tantangan tersendiri karena karakteristiknya yang rata-rata berukuran kecil, tersebar dan terfragmentasi. Bentuk petakan kebunnya pun tidak teratur, kadang berada di lahan yang jauh atau terisolasi dan bercampur dengan komoditas pertanian lainnya.
“Teknologi pemetaan berbasis area atau poligon yang dipakai saat ini belum mampu menangkap ketampakan seperti ini. Karena itu, OPTIMAL-IPB dikembangkan sebagai model pemetaan berbasis objek yang dalam hal ini adalah tegakan pohon kelapa sawit. Inovasi ini mampu mendeteksi objek kelapa sawit pada citra satelit resolusi tinggi berbasis pada model deep learning,” jelas Prof Ernan.
Citra resolusi tinggi digunakan karena relatif tersedia secara gratis di berbagai platform seperti Google dan Microsoft, meskipun tantangannya adalah ukuran objek yang harus dideteksi menjadi jauh lebih kecil dibandingkan objek pada foto biasa atau foto hasil drone.
“OPTIMAL-IPB didesain memiliki kelebihan dalam mendeteksi small object berupa tanaman kelapa sawit bahkan pada lokasi yang sempit, tersebar dan bercampur dengan objek tanaman lainnya. Hasil deteksi tanaman kelapa sawit kemudian dijadikan dasar untuk mendelineasi perkebunan kelapa sawit rakyat,” ungkapnya.
Sebagai contoh, Lanjut Prof Ernan, Model OPTIMAL-IPB telah digunakan untuk memetakan sebaran perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Jambi. Peta ini dihasilkan melalui proses yang cepat, akurat, murah, mudah dan terstandar karena telah dikembangkan dalam bentuk aplikasi yang mudah digunakan.
“Ke depan diharapkan OPTIMAL-IPB dapat dimanfaatkan untuk memetakan perkebunan sawit rakyat di seluruh Indonesia dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk melakukan pendugaan umur, produksi dan produktivitas,” harap Prof Ernan.